Jumat, Februari 29, 2008

Re: [banyumasan] Pendidikan di negara kita


Ketemu maning Ramane Fatih....

Wah Kang Ali concern banget karo pendidikan, salut banget lah.... nggo sedulur kabeh
Nek dipikir muter2 lan marakna mumet.... lan nyesek...sek

Akar dari budaya dan pembangunan suatu negara mau tidak mau dan tidak bisa tidak adalah dari kualitas SDM. SDM yang berkualitas akan menjadikan bangsa dan negara yang berkualitas pula. Suerrr..... masih inget ucapan Pak Taufiq Effendi (MenPAN) dalam launching KLP dan reunian bulan lalu (maune catetan omongane Pak Taufiq pas acara reunian arep tek tulis neng blog, ning wis nganti sewulan durung kelakon Jiyan sok sibuk apa malese pol yah ? malah siki mulai kelalen)  :

Salah membajak sawah, rusak padi semusim..
Salah mengelola bangsa, rusak satu generasi....

Malah saya kepikir, untuk kasus negara kita, bisa lebih dari satu generasi kalee (eh emang satu generasi berapa lama yah ?)  Beliau mengibaratkan, Seorang chef alias tukang masak paling canggih pun kalo disuruh buat makanan dengan bahan tepung yang apek dan santan wis wayu gak bakal jadi makanan yang mak nyusss. Gak bakal muncul kreasi makanan yang lezat.
Nah, SDM itu bisa diibaratkan 'bahan baku' utama pembangunan bangsa. Kalo SDMnya memble, bangsanya dijamin memble juga. Lee kuan Yew ketika awal sekali memimpin, yang dilakukan dan menjadi prioritas adalah pembenahan pendidikan dari mulai TK dan SD. bayangkan, mulai TK dan SD!. Hasilnya memang harus sabar menanti, karena benar2 dari bibitnya dulu yang dipelihara. Sekarang sekian dekade berlalu bisa dilihat hasilnya.

Hari2 belakangan, setelah perbincangan tentang alokasi pendidikan di APBN yang tak kunjung  mencapai angka 20 %, eh malah ada pendidik terkenal katanya yang mengajukan judicial review ke MK dan dikabulkan (siapa sih sebenarnya orang ini yah ? Ada yang tau ? penasaran banget)  
Dengan disetujui oleh MK, alokasi yang tadinya hanya 11 %, ditambah komponen gaji jadinya langsung melesat jadi 18 %. Padahal, kalo tak salah alokasi pendidikan kita di asia tenggara secara prosentase adalah no.9 dari 12 negara (tolong koreksi kalo salah, takunya ketuker ama tingkat kualitas infrastruktur transportasi hehe..) yang jelas, bandingkan dengan Philipina yang anggarannya 39 %. Pokoknya kita juga masih dibawah Singapur, Malesia, Tailan, Brune bahkan Vietnam. Nah, sekarang karena minyak naik dan setiap dinas dihimbau kurangi anggaran, anggaran Diknas dikurangi 15 % dari anggaran semula.

Disisi lain, utang BLBI yang beratus trilyun dibiarkan atau diulur ulur.  Lumpur Lapindo malah dibiayai APBN, sing lapor penggelapan pajak Asian Agri ratusan milyar malah didakwa.

Di tingkat 'lokal', kurang lebih juga sami mawon. Di daerah yang katanya metropolitan, jakarta, dari 437 unit sekolah yang rusak dan harus diperbaiki hanya dianggarkan untuk 150an (kelalen tepate, tulung dikoreksi). Eh kemarin baca katanya anggaran untuk itu dipangkas lagi oleh DPRD. Dari alokasi pemprov DKI 164 milyar untuk ndandani sekolahan dipangkas DPRD dadi mung 102 milyar. Anggaran/usulan dana beasisawa bagi siswa rawan putus sekolah sebanyak 31 milyar DITOLAK DPRD. Anggaran Dikdas semula 244.4 milyar, lalu ditambah 24.2 milyar (bagus), eh kok malah dikurangi 145.2 milyar dadi mung 123.4 milyar (kurang ajar). Bang Kumis Foke aja kesel katanya, "Kami sudah menganggarkan dana, tapi dicoret ama DPRD. Kami tetep berusaha mengoptimalkan dana yang ada, tak perlu menunggu APBD Perubahan Agustus nanti karena perlu diatassi segera", katanya.

Solusi

Kalo menurut saya, solusi yang harus dikedepankan adalah peningkatan jiwa kewirausahaan (secara nyong dewek malah buruh pabrik hehe...) nek link n match, walaupun sempat kontroversi, sebenarnya bagus juga, tapi tidak perlu digeneralisir untuk diterapkan di dunia pendidikan. Masih diperlukan ruang untuk para pemikir2 di menara gading, diperlukan pemikir membumi dan diperlukan juga calon2 pekerja. Kalo lulusan siap kerja semua tapi perusahaan sudah diambil alih oleh asing semua gimana, karena kita orang gak bisa ngurus ato salah bikin kontrak ato kalah dalam negosiasi?  Bank2 diambil asing, semua operator seluler dikelola asing, keuntungan mengalir keluar.

Diperlukan wirausahawan sejati, dari level coro sampai level gajah kayak Pak Ci (Ciputra). Kita harus diajarkan untuk mandiri dan mampu berkreasi dengan ilmu ilmu yang kita miliki. Dibutuhkan mental luarbiasa yang mungkin butuh waktu untuk menanamkannya. jangan dibiarkan kita disiapkan hanya untuk menjadi pekerja, tapi harus ditanamkan bagaimana hidup harus bekerja keras, tidak perlu nunggu kepepet dulu. Kita bisa berguru pada teman-teman chinese dalam maslah keuletan.

Wah ngalor ngidul dawa banget sajake iya-iyaha yah... ngomong emang gampang, menerapkannya (bahkan pada dirisendiripun) tidaklah selalu mudah. Yah, minimal punya keinginan, daripada nrimo terus (bukan berarti nrimo itu jelex...)

Wis disit sedulur, arep siap2 ngashar disit...

Wassalam


Fahmi IF



"ramanefatih" <ramanefatih@yahoo.com>
Sent by: banyumas@yahoogroups.com

02/28/2008 07:01 PM
Please respond to banyumas

       
        To:        banyumas@yahoogroups.com
        cc:        
        Subject:        Re: [banyumasan] Pendidikan di negara kita





Jane nek kpengin murah ya ana kang, neng "ungsud"
(waca= unsoed) baen tapi jurusane sing biasa2 baen
aja sing paporit kaya kedokteran apa teknike, pas
taun 2006 be sppne esih 250ewu/smester, murah mbok?  
--- In banyumas@yahoogroups.com, "Kaoru Narko"
<kaoru.narko@...> wrote:

 Nek mbiyen arep maju pegawe kudu nyogok, siki
malah arep mlebu TK bae nyogok Kang !
 
 Jian bingung banget koh Kang, ndeleng bocah mlebu
sekolah siki. Sepupuku mlebu SD nang Pondokgede bae
wis metu 5 jutaan, kakange sing mlebu SMA unggulan
(percontohan, jere mlebu rangking 5 besar nang DKI)
senajan nilai UAN ne rata-rata 9 lewih, tetep metu
7.5 juta lewih. Kakang-e sing mbarep ancang-ancang
mlebu kuliah, nang Depok wis dipatok paling cilik 40
jutaan. Kuwe bae jurusan sing 'paling umum'. Trus
ndeleng Institut sing nang mBandung, nang formulir-e
wis cetha wela-welo di tulis per jurusan bayare
pira. Paling cilik 30 juta (kuwe jurusan sing paling
ora favorit), nah jurusan sing disenengi sepupuku
masang tarif 60 juta.
 Trus nek swasta yaa bisa dibayangna lah..
 Lah kuwe jaman siki, nek aku nduwe anak mengko
sepira yah ? moga-moga bae gratis lah. Amiiin.
 
 Beda gemiyen aku SD setahun mung Rp 1.200,- nang
desa sih, SMP Rp 3.500,- trus SMA Rp 5.000,-
sewulan. Kuliah ya mung Rp 360.000,- se semester,
uang pangkal mung Rp 200.000,-.
 
 Kepriben kiye lah..
 
 RA 06 SM
 
 
> sedurunge :
 Masalaeh sing jelas nang "kemauan politik"
birokrat sing kudu  diperbaharui. Kawit gemiyen mula motto-ne PNS ora ganti-
 ganti : "Angger bisa dipersulit, kenapa dipermudah". Uga budaya korup lan sogok
menyogok sing ora uwis-uwis. Inyong dewek tahun 1990 an tau ngalami. Arep mlebu PNS, kon nyogok. Wah,
mboten lah! wong arep ngabdi maring negara bae koh kudu nyogok.
Apamaning nang agama uga dilarang. Ya uwislah ora papa. Ora dadi PNS ya
ora patheken.
>

>   ----- Original Message -----
>   From: Ali Rahmat
>   To: banyumas@yahoogroups.com
>   Sent: Thursday, February 28, 2008 2:41 PM
>   Subject: [banyumasan] Pendidikan di negara kita
>

Pembangunan sebuah bangsa tidak dapat dipisahkan dengan peningkatan Sumber Daya Manusia. Sebab dengan peningkatan Sumber Daya Manusia, sebuah bangsa dapat menata dirinya kea rah yang lebih maju. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta derasnya informasi melalui teknologi informasi (internet) kian tak terbendung. Untuk menyiasatinya, maka diperlukan SDM yang tangguh dan mumpuni serta dapat mengoperasikan teknologi yang sekarang sudah sangat maju. Tanpa itu semua, maka harapan akan Negara yang maju serta sejajar dengan Negara lain kian jauh dari harapan.

 

Salah satu upaya untuk meningkatkan SDM adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikan. Dengan kualitas pendididkan yang baik, maka SDM yang dihasilkan pun akan baik, untuk selanjutnya dapat menunjang kinerja SDM tersebut di mana saja ia bekerja.

 

Sayangnya, perhatian pemerintah kita sejak dahulu terhadap pendidikan masih kurang. Ketentuan angaran pendidikan 20 persen yang sudah dijadikan UU pun belum sepenuhnya dapat direalisasikan. Bahkan ada kecenderungan akhir-akhir ini  untuk mengurangi jatah anggaran pendidikan yang sudah kecil tersebut. Departemen Keuangan sendiri berkehendak untuk memotong (menghemat?) anggara pendidikan sebanyak 15 persen dari anggaran pendidikan yang ada.  Padahal. Anggaran pendidikan yang sudah sangat minim tersebut sebetulnya juga belum mencukupi kebutuhan anggaran pendidikan yang sebenarnya. Apalagi kalau dipotong/dikurangi.

 

Bahkan MK (Mahkamah Konstitusi) saat ini telah mengeluarkan keputusan bahwa anggaran gaji guru yang tadinya di luar anggaran pendidikan yang 20 persen, sekarang dimasukkan dalam anggaran yang termasuk 20 persen. Sehingga otomatis jatah anggaran untuk pendidikan sendiri berkurang sangat signifikan karena diperuntukan juga untuk gaji guru. Bagaimana ini? Sebetulnya MK (Mahkamah Konstitusi) membela masyarakat pendidikan atau malah sebaliknya?

 

Kita tidak habis pikir dengan orang yang mengajukan Judivial Review terhadap anggaran pendidikan tersebut. Yang pada akhirnya, setelah judivial review dikabulkan MK, justru sangat merugikan dunia pendidikan.

 

Kesalahan managemen pendidikan di Negara kita juga sudah nampak sejak rezim Orde Baru. Gagasan Link and Mach yang sempat digagas oleh mantan Mendikbud Wardiman Joyonegoro mestinya sudah dilakukan sejak dulu. Namun link and mach yang sudah digagaspun kelihatan kedodoran dalam implementasinya. Lihat saja, pengangguran yang berasal dari kaum terdidik bahkan mereka yang mempunyai pendidikan S1 ataupun S2 semakin banyak saja. Padahal mestinya, pemerintah dapat menjembatani lulusan-lulusan perguruan tinggi tersebut untuk dapat bekerja di lingkungan pemerintah ataupun perusahaan-perusahaan BUMN di lingkungan pemerintah.  Jelasnya, pemerintah mestinya membuka lapangan kerja sebanyak lulusan-lulusan PT dari berbagai jurusan tersebut. Sehingga pengangguran terdidik tidak akan terjadi lagi.

 

Tapi yang dilakukan pemerintah adalah sebaliknya. Pemerintah membiarkan saja lulusan-lulusan PT tersebut mencari sendiri pekerjaan di mana saja sekadarnya. Sekadar tidak menganggur. Bahkan tidak sedikit yang memang benar-benar menganggur. Mungkin karena tidak pernah cocok dengan pekerjaan yang tersedia, atau memang benar-benar tidak ada lowongan pekerjaan. Tragis memang nasib rakyat.

 

Tidak mengherankan, jika banyak rakyat kita yang mengambil jalan pintas dengan mencari pekerjaan di luar negeri misalnya, atau terjun ke dunia bisnis yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan pendidikan yang digelutinya selama ini. Misalnya lulusan teknik terjun menjadi pengusaha bakmi dsb.

 

Ini lebih bagus. Daripada mereka yang kemudian frustasi. Pendidikan yang ditempuhnya tidak dapat menghasilkan apa-apa. Hanya selembar ijazah yang tidak berguna. Akhirnya mereka menjadi parasit dalam keluarga, bahkan tidak sedikit yang terjebak dalam dunia kriminal. Sungguh sangat memprihatinkan dan memilukan.

 

Solusi

 

Mestinya, pemerintah membuat sistem pendidikan nasional yang pernah digagaskan oleh Wardiman Joyonegoro yaitu dengan link and mach dalam arti yang sebenar-benarnya. Jangan biarkan lulusan PT tidak mendapatkan pekerjaan dan menjadi pengangguran. Mereka yang sudah sekian lama berjuang dalam belajar dan mengikuti pendidikan sudah selayaknya mendapatkan kemudahan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

 

Tingkatkan juga anggaran pendidikan, juga sejahterakan guru yang paling dekat dengan urusan pendidikan, contohlah kesejahteraan guru yang diberikan oleh Negara-negara berkembang lainnya seperti Singapura dan Malaysia. Sukur-sukur kalau mencontoh Jepang.

 

Ciptakan BUMN yang baik, kompetitif, efisien, dan menguntungkan sehingga dapat menampung tenaga kerja terdidik yang banyak. Pada gilirannya, semua lulusan PT dapat tertampung bekerja, pengangguran berkurang, dan pada gilirannya kriminalitas akan dapat ditekan.

 

Siapkah pemerintah menjalankan kebijakan seperti ini? Kalau bukan pemerintahan yang sekarang, mudah-mudahan pada pemerintahan tahun 2009 hal ini bisa dilakukan.

 

Bahan diskusi di Multiply-ku  


.

__,_._,___

Tidak ada komentar: